Persahabatan 2 orang yang sejati lebih bermakna dibandingkan 1000 sahabat yang mengaku-ngaku saja saat diuntungkan. Kesetiaan dan keloyalan mereka berdua diuji setiap ada masalah yang menimpa mereka. Hal ini juga di tunjukan oleh kisah 2 orang sahabat yang melakukan perjalanan mereka di suatu hutan menuju jalan keluar. Persahabatan mereka di uji saat mereka menghadapi beberapa argument dan insiden.
Terlihat 2 sosok sahabat yang berada di tengah hutan rimba, mereka berdua sudah berjalan kurang lebih 3 hingga 4 hari sejak mereka memasuki hutan tersebut tetapi belum menemukan jalan keluar mereka. Tujuan mereka memasuki hutan itu adalah untuk melakukan observasi pada objek sekitar dan menuliskannya ke dalam skripsi mereka,tetapi kepanikan muncul di saat mereka mulai tak tahu dimana jalan pulang yang sebaiknya mereka tempuh.
Mereka berdua, kita sebut saja sebagai Arya dan Arka, duduk di salah satu pohon besar di sana dan mulai memastikan persediaan pangan mereka. Arka melihat isi tasnya, dan ketakutan terbesarnya mulai terjadi, dimana dia hanya memiliki 1 bungkus makanan ringan, sebuah sosis dan setengah botol air mineral. Sementara Arya melihat ke dalam tasnya, berisi beberapa biscuit, sebotol air dan sebungkus mie instan.
“Kurasa batas waktu kita disini hingga kita benar-benar habis stok makanan hanyalah 24 jam.” Ucap Arka sambil meneguk sedikit air di botolnya yang mulai menipis. Arya mengangguk dan mulai menunjukkan wajah muramnya. Melihat itu Arka menanyakan alasan muramnya si Arya. “Aku mulai berpikir ulang tentang perjalanan ini, sepertinya aku tidak harus menyarankan perjalanan ini minggu lalu. Kalau kita ikuti rencana mu kemarin yang mengunjungi perkebunan itu, kurasa kita tidak akan memelas disini sekarang.” Lantun Arya sembari memainkan jari tangannya seolah-olah ia sangat ketakutan, bingung, dan frustrasi akan keadaan waktu itu.
Mendengar itu, Arka sama sekali tidak menggubrisnya dan memutuskan untuk lanjut berjalan menyusuri hutan. Petang mulai menunjukan warnanya dan mereka pun memutuskan untuk bermalam dengan tidur bergantung di sebuah pohon, untuk berjaga-jaga akan ada hewan buas yang menerkam mereka selagi tertidur. Bulan bersinar begitu terang malam itu, hingga Arya terbangun dari tidurnya karena selain sinar bulan meneranginya, suara kemeresek juga mengganggunya.
Arya berusaha memberanikan diri turun dari pohon itu dan mengunjungi asal suara yang mengganggu nya. Dari kegelapan, terlihat sesosok makhluk yang mengutak-ngatik tasnya. “Hey!” teriak Arya dan betapa terkejutnya ia melihat bahwa itu adalah sahabatnya, Arka, yang sedang memakan dan meminum persediaan yang dimiliki oleh Arya.
“Hentikan itu! Apa yang kau pikirkan, Ka?!” teriak Arya sambil berusaha merebut kembali tas dan sisa makanannya. “Aku lapar dan haus, Ya! Makanan ku hampir habis dan-“, “Dan kau ingin membunuh temanmu dengan menghabiskan makanannya begitu?” hentak Arya dengan wajah marah dan kecewa. Arka pun tidak tahan lagi dan menampar Arya untuk meluapkan emosinya,”Kau pikir aku jadi begini gara-gara siapa, huh? Aku kasihan kepadamu dan mengalah untuk ikut kemauanmu melakukan ekspedisi di hutan ini, dan sekarang kita tersesat dan bisa saja mati terbunuh hewan buas ataupun kelaparan. Kau pikir ini ulah siapa? Salahku? Dasar payah!” ucap Arka setelah ia menampar sahabatnya itu dan mulai kembali ke tempat tidur gantungnya.
Arya yang merasa kesal tapi juga merasa bersalah, hanya termenung. Sambil menatap kobaran api unggun yang sahabatnya buat itu, ia mengambil sebuah stik dan mengukir “Dia menamparku” kemudian melemparnya ke api unggun tersebut. Arka yang belum tertidur, menyaksikan apa yang sahabatnya lakukan dan tidak memperdulikannya.
Fajar menyingsing dan mereka melanjutkan perjalanan melewati beberapa lembah. Arka berjalan di depan Arya, dan sepanjang perjalanan itu hati Arya terus menyuruhnya untuk mulai mengobrol dengan Arka dan mulai minta maaf. Tapi dari kejauhan, Arka melihat sebuah aliran sungai dimana itu membuatnya senang dan mulai berjalan lebih cepat. Arya pun berusaha menyusul, tapi kakinya terpijak batu yang cukup besar hingga ia terkilir dan hampir jatuh ke lembah itu. Sontak ia berteriak meminta tolong.
Tanpa pikir panjang, Arka berlari ke arah sahabatnya dan menjulurkan tanganya untuk menolong sahabatnya itu. Setelah semua nya aman, ia pun mengikat bagian kaki yang terkilir dari Arya dan membopongnya hingga ke aliran sungai itu. Di tengah jalan, Arya pun mengatakan bagaimana ia merasa menyesal dan permintaan maaf karena telah menghentaknya malam itu.
Arka pun tersenyum tipis dan berkata,”Untuk apa kau meminta maaf, Ya? Aku yang harusnya mengatakan itu. Aku minta maaf karena aku menganggapmu sahabat yang benar-benar dekat denganku. Aku tidak yakin akan melakukan dan mengatakan itu semalam kalau kau bukan temanku yang paling ku percaya, mungkin aku akan memendamnya sendiri karena tau itu juga salahku mengambil makanan mu.”,”Begitukah? Jadi itu alasanmu menolongku tadi?” jawab Arya sambil menunjukan senyum tipisnya. “Kau pikir aku manusia apaan sampai membiarkan sahabatnya mati konyol seperti itu? Tapi sungguh… Aku tidak bermaksud begitu semalam… Aku sungguh minta maaf”, lantun Arka.
“Kau telah di maafkan, Pria besar.” Ucap Arya sambil mencubit bagian ulu hati Arka yang kekar itu. Tak terasa mereka berdua pun sampai di bibir sungai dan memutuskan untuk mengikuti arusnya. Arya melihat sebuah batu besar di situ dan berpikir untuk mengukirnya. Di situ pun tertulis, “Sahabatku telah menyelamatkanku”. Arka pun nyeletuk,”Tambahin gih, ‘meskipun sedang kesal’gitu” sambil sedikit tertawa. Arya pun hanya tersenyum sambil mengatakan, “Itu gak penting, kan yang penting ini?”. Arka pun bertanya, “Berarti yang kau ukir di kayu semalam itu penting juga?”.
Arya pun menjelaskan, “Dulu ada sebuah cerita, dimana katanya kalau sahabat kita berbuat jahat kepada kita, ukirlah di pasir bibir pantai. Kalau ia berbuat baik, ukirlah di bebatuan agar teringat jelas. Intinya, kalau kita diperlakukan buruk, bahkan sama sahabat kita, kita diminta untuk melupakannya seolah-olah di ukir di pasir pantai, atau di kayu yang akan di bakar di perapian kayak aku kemarin. Tapi kalau di perlakukan baik, kita hendaknya mengingat itu seolah-olah itu tidak dapat dihapuskan seperti mengukir di atas batu.” Arka mengangguk dan kembali membantu sahabatnya itu berjalan menyusuri sungai, hingga mereka tiba di desa di ujung sungai itu dan selamat.
(Cerita merupakan cerita rekaan dan didasari oleh cerita yang sudah ada, ketuk tombol di bawah ini untuk melihat cerita originalnya.)
Komentar
Posting Komentar